Minggu, 02 Mei 2010

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak;

2. Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan;

3. Hak atas tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

4. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang dapat disingkat STB, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau saknsi administrasi berupa bunga dan atau denda;

5. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKBKB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;

6. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, yang dapat disingkat SKBKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;

7. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKBLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah pajak yang telah dibayar lebih besar daripada pajak yang seharusnya terutang;

8. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, yang dapat disingkat SKBN, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah pajak yang dibayar;

9. Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang dapat disingkat SSB, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Negara atau tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri dan sekaligus untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan;

10. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, atau Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

11. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Bea Perolahan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bagunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil yang diajukan oleh Wajib Pajak;

12. Putusan Banding adalah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pejak;

13. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.


BAB II
OBJEK PAJAK

Pasal 2

(1) Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

(2) Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Pemindahan hak karena :

1) jual beli;

2) tukar-menukar;

3) hibah;

4) hibah wasiat;

5) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnnya;

6) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

7) penunjukan pembeli dalam lelang;

8) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

9) hadiah.

b. Pemberian hak baru karena :

1) kelanjutan pelepasan hak;

2) di luar pelepasan hak.

(3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. hak milik;

b. hak guna usaha;

c. hak guna bangunan;

d. hak pakai;

e. hak milik atas satuan rumah susun;

f. hak pengelolaan.

Pasal 3

(1) Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh :

a. perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;

c. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri;

d. orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;

e. karena wakaf;

f. karena warisan;

g. untuk digunakan kepentingan ibadah.

(2) Objek pajak yang diperoleh karena hibah wasiat dan hak pengelolaan pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 4

(1) Yang menjadi subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.

(2) Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-undang ini.


Pasal 5

Tarif pajak ditetapkan sebesar 5 % (lima persen).



BAB V
DASAR PENGENAAN
DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK

Pasal 6

(1) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak.

(2) Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal :

a. jual beli adalah harga transaksi;

b. tukar-menukar adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

c. hibah adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

d. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

e. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

f. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang;

g. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalh nilai pasar objek pajak tersebut;

h. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar objek pajak tersebut.

i. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar objek pajak tersebut.

(3) Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.

(4) Apabila Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum ditetapkan, Menteri dapat menetapkan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.

Pasal 7

(1) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).

(2) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8

(1) Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.

(2) Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.


BAB VI
SAAT DAN TEMPAT PAJAK YANG TERUTANG

Pasal 9

(1) Saat yang menentukan pajak yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk :

a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

b. tukar- menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

d. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

e. pemisahan hak yang mengakubatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

f. lelang adalah sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang;

g. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pangadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;

h. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;

i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

j. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkanyya surat keputusan pemberian hak;

k. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.

(2) Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Tempat pajak yang terutang adalah di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, atau Kotamadya Daerah Tingkat II, atau Propinsi Daerah Tingkat I untuk Kotamadya Administratif yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.


BAB VII
PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN



Pasal 10

(1) Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.

(2) Pajak yang terutang dibayar di Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri.

(3) Tata cara pembayaran pajak diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 11

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada yata (1) ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.

Pasal 12

(1) Dala jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terttangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan sanksi adminitrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

Pasal 13

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan apabila :

a. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;

b. dari hasil pemeriksaan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;

c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.

(2) Jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dalam Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah sanksi adminstrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat terutangnya pajak.

(3) Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.

Pasal 14

(1) Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.

(2) Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bagunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak.

(3) Tata cara penagihan pajak diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 15

Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan junlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.



BAB VIII
KEBERATAN, BANDING, DAN PENGURANGAN

Pasal 16

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :

a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar;

b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan;

c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar;

d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(4) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.

(5) Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.

(6) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.

(7) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

Pasal 17

(1) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.

(2) Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.

(3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.

(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 18

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut.

(3) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

Pasal 19

Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Pasal 20

(1) Atas permohonan Wajib Pajak, Menteri dapat memberikan pengurangan pajak yang terutang karena hal-hal tertentu.

(2) Ketentuan mengenai pemberian pengurangan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.



BAB IX
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

Pasal 21

(1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak.

(2) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan sebagimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.

Pasal 22

(1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan menerbitkan :

a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, apabila jumlah pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang;

b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang.

(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan, permohonan kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan serta Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(3) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar.

(4) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Direktur Jenderal Pajak memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak.

(5) Tata cara pengembalian pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Menteri.


BAB X
PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK

Pasal 23

(1) Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan Negara yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan imbangan pembagian sekurang-kurangnya 80% (delapan puluh persen) untuk Pemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah Daerah Tingkat I.

(2) Bagian penerimaan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagian besar diberikan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II.

(3) Imbangan pembagian hasil penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.



BAB XI
KETENTUAN BAGI PEJABAT

Pasal 24

(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

(2) Kepala Kantor Lelang Negara hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

(3) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya hanya dapat melakukan pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

Pasal 25

(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.

(2) Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 26

(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) untuk setiap pelanggaran.

(2) Pejabat Pembuat Akta Tanah Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap laporan.

(3) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3), dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Besarnya sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditinjau kembali dengan Peraturan Pemerintah.



KONVERSI TANAH

Istilah konversi tanah adalah pembuatan dan atau pembuatan sertipikat tanah dari tanah HAK ADAT dijadikan /dikonversi ke sertipikat berdasarkan pp.10 tahun 1961 dan disempurnakan PP. 24 TAHUN 1997.

Syarat apa yang di perlukan dalam proses konversi.

Diantaranya adalah sbb :
1. Permohonan
2. Model A yang diterbitkan dari desa
3. Surat pernyataan kepemilikan tanah.
4. Petikan letter c desa
5. Foto copy letter c yang diligalisir
6. Kartu tanda penduduk (ktp) yang masih berlaku
7. Pbb dan stts tahun terahir

Dan setelah semua selesai tinggal daftarin aja ke BPN (badan pertanahan nasional) gampang kan…tapi jangan senang dulu ini baru setengah mainan.

Ohya bapak/ibu/saodara sekalian.

Apa yang harus kita lakukan setelah berkas didaftarin di BPN.

YANG PERLU DILAKUKAN SETELAH PENDAFTARAN DI BPN
Setelah berkas sudah tidak masalah bpk/ibu/saodara akan mendapatkan BP (kwitansi Bukti Permohonan)
Setelah itu kepala BPN setempat mengukur tanah yang bapak/ibu mohonkan ke badan pertanahan nasional dalam hal ini kepala bpn setempat menunjuk petugas ukur.
Dan selanjutnya kita sebagai pemohon tinggal menunggu pengumuman yang akan di umumkan selama 2 bulan tentunya setelah semuanya tidak masalah baik itu dari segi fisik atau yuridis. Ohya pengumuman di umumkan di kantor BPN dan KANTOR DESA SETEMPAT. Lain halnya kalau SERTIPIKAT HILANG.
Namun demikian bapak/ibu harus memantau dalam artian kalau sudah selesai pemgumuman di cek/ ditanyakan di bpn untuk menanyakan sertipikatnya. Lain halnya jika pengurusanya di serahkan orang lain tentunya bapak/ibu tidak usah repot-repot menanyakan langsung ke kantor PERTANAHAN setempat.

JUAL BELI TANAH

Dikesempatan siang ini habis sholat jumat dan karena banyak yang bertanya bagaimana Cara mengurus jual beli tanah
Jual beli tanah merupakan hal yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Apabila antara penjual dan pembeli sudah bersepakat untuk melakukan jual beli tanah terhadap tanah yang sudah bersertifikat maka beberapa langkah yang harus ditempuh adalah :
1. Akta Jual Beli (AJB)
Si penjual dan si pembeli harus datang ke Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat akta jual beli tanah. PPAT adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kewenangan membuat akta jual beli dimaksud. Siapakah Pejabat yang berwenang membuat Akta Jual -beli tidak lain adalah beliau PPAT Sementara (Camat Setempat) dan Notaris Yang sudah lulus seleksi UJIAN PPAT biasanya ujian ini di laksanakn di kampus STPN (sekolah tinggi Pertanahan Nasioanl)
2. Persyaratan AJB (akte jual beli)
yang diperlukan untuk membuat Akta Jual Beli Tanah di Kantor Pembuat Akta Tanah adalah :
a. Penjual (Pihak Pertama) membawa :
  • Pihak Pertama (penjual) berikut suami/isteri Penjual
  • Asli Sertifikat hak atas tanah yang akan dijual.
  • Kartu Tanda Penduduk Suami dan Isteri yang masih berlaku.
  • Jika Suami/isteri penjual meninggal maka yang harus dibawa adalah Akte Kematian.
  • Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Terahir dan lima tahun kebelakang
  • Surat Persetujuan Suami/Isteri bagi yang sudah berkeluarga.
  • Kartu Keluarga.
b. Sedangkan calon pembeli (Pihak Kedua) membawa :
  • Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku
  • Kartu Keluarga.
3. Proses pembuatan akta jual beli di Kantot PPAT.
a. Persiapan Pembuatan Akta Jual Beli.
  1. Sebelum membuat akta Jual Beli Pejabat pembuat Akta Tanah melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertifikat ke kantor Pertanahan.
  2. Pejual harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) yaitu 5% dari Harga Transaksi di bayarkan di Bank atau Kantor Pos. cara perhitungan nanti kita akan bahas di waktu yang akan datang ya Klik disini
  3. Penjual harus membayar Pajak Jual beli yaitu dari nilai transaksi -10jt sisanya dikali 5% detailnya bisa di klik disni
  4. Calon pembeli dapat membuat pernyataan bahwa dengan membeli tanah tersebut ia tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan batas luas maksimum.
  5. Surat pernyataan dari penjual bahwa tanah yang dimiliki tidak dalam sengketa.
  6. PPAT menolak pembuatan Akta jual Beli apabila tanah yang akan dijual sedang dalam sengketa atau dalam tanggungan di bank.
b. Pembuatan Akta Jual Beli
  1. Pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis jika dikuasakan.
  2. Pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi biasanya dari perangkat desa jika melalui PPAT Sementara (camat) dan kedua pegawai Notaris Jika Melalui NOTARIS PPAT.
  3. Pejabat pembuat Akta Tanah membacakan akta dan menjelaskan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, Termasuk juga sudah lunas atau belum untuk transaksinya.
  4. Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli maka akta ditandatangani oleh penjual, calon pembeli, saksi-saksi dan Pejabat Pembuat Akte Tanah.
  5. Akta dibuat 2 lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor PPAT dan satu lembar lainnya disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran (balik nama).
  6. Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan salinannya.
  7. Dan satu hal lagi mengenai penanggalan akta jual beli segala HAK dan Kewajiban baik dai PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA Detailnya Bisa diklik disni
4. Bagaimana langkah selanjutnya setelah selesai pembuatan Akta Jual Beli ?
  1. Sebelum Akta Jual beli didaftarkan atau diserahkan ke kantor Pertanahan Setempat maka Yang harus dilakukan kwalidasi SSB dikantor PBB.S
  2. PPAT kemudian menyerahkan berkas Akta Jual Beli ke Kantor Pertanahan untuk keperluan balik nama sertifikat.
  3. Penyerahan harus dilaksanakan selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut.
5. Berkas yang diserahkan itu apa saja ?
  • Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli atau Kuasanya Jika Dikuasakan.
  • Akta jual beli PPAT yang sudah lengkap.
  • Asli Sertifikat hak atas tanah.
  • Foto Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pembeli dan penjual yang masih berlaku dan di ligalisir.
  • Bukti pelunasan pembayaraan Pajak Bumi dan Bangunan tahun Terahir.
  • Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
6. Bagaimana prosesnya di Kantor Pertanahan ?
  1. Setelah berkas disampaikan ke Kantor Pertanahan, Kantor Pertanahan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada PPAT, selanjutnya oleh PPAT tanda bukti penerimaan ini diserahkan kepada Pembeli.
  2. Nama pemegang hak lama (penjual) di dalam buku tanah dan sertifikat dicoret dengan tinta hitam dan diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk.
  3. Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertifikat dengan bibubuhi tanggal pencatatan dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk.

Kamis, 22 April 2010

Kamis, 15 April 2010

PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 42 TAHUN 2007

WALIKOTA SURABAYA


PERATURAN WALIKOTA SURABAYA
NOMOR 42 TAHUN 2007

T E N T A N G
TATA CARA PENYELENGGARAAN
PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

WALIKOTA SURABAYA,


Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 56 Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, maka ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah ini diatur dengan Peraturan Kepala Daerah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kota Besar dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur Jawa Tengah/Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2730);

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019);

3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3474);

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);

5. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3882);

6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235);

8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);

9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);

10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4634);

11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4674);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);

14. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 119);

15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 1991 tentang Jangka Waktu Berlakunya Kartu Tanda Penduduk bagi Penduduk Berusia 60 (enam puluh) Tahun ke Atas;

16. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 94 Tahun 2003 tentang Spesifikasi Pengadaan dan Pengendalian Blangko Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, Buku Register dan Kutipan Akta Catatan Penduduk;

17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 2005 tentang Pedoman Pendataan dan Pemberian Surat Keterangan pengganti Dokumen Penduduk bagi Pengungsi dan Penduduk Korban Bencana di Daerah;

18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di Daerah;


19. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pedoman Pembentukan Organisasi Lembaga Ketahanan Masyarakat, Rukun Warga dan Rukun Tetangga (Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2003 Nomor 1/D);

20. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 14 Tahun 2005 tentang Organisasi Dinas Kota Surabaya (Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2005 Nomor 3/D);

21. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2006 tentang Organisasi Kecamatan Kota Surabaya (Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2005 Nomor 1/D);

22. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2006 tentang Organisasi Kelurahan Kota Surabaya (Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2006 Nomor 3/D);

23. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2007 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kota Surabaya Nomor 2);

24. Peraturan Walikota Surabaya Nomor 67 Tahun 2005 tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya (Berita Daerah Kota Surabaya Tahun 2005 Nomor 10/D);

25. Peraturan Walikota Surabaya Nomor 5 Tahun 2007 tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Kecamatan Kota Surabaya (Berita Daerah Kota Surabaya Tahun 2007 Nomor 5);

26. Peraturan Walikota Surabaya Nomor 18 Tahun 2007 tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Kelurahan Kota Surabaya (Berita Daerah Kota Surabaya Tahun 2007 Nomor 18).


MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Walikota ini, yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kota Surabaya.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Surabaya.

3. Kepala Daerah adalah Walikota Surabaya.



4. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil adalah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya.

5. Kas Daerah adalah Kas Pemerintah Kota Surabaya.

6. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kota Surabaya.

7. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Daerah Kota Surabaya.

8. Registrar adalah petugas / Pegawai Negeri Sipil di Kelurahan yang memenuhi persyaratan untuk melakukan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil bagi Warga Negara Indonesia dan diangkat oleh Kepala Daerah.

9. Penduduk adalah setiap Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang masuk secara sah serta bertempat tinggal di wilayah Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

10. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai Warga Negara Indonesia.

11. Penduduk WNI tinggal sementara adalah setiap Warga Negara Republik Indonesia yang datang/masuk ke Daerah dengan maksud untuk mencari nafkah atau pekerjaan dan belajar/sekolah tetapi tidak bermaksud menjadi penduduk tetap.

12. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Indonesia.

13. Orang Asing tinggal terbatas adalah Orang asing yang tinggal dalam jangka waktu terbatas di wilayah Negara Republik Indonesia dan telah mendapat izin tinggal terbatas dari pejabat yang berwenang.

14. Orang Asing tinggal tetap adalah orang asing yang berada dalam wilayah Republik Indonesia dan telah mendapat izin tinggal tetap dari pejabat yang berwenang.

15. Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disebut Penduduk Rentan Adminduk adalah penduduk yang mengalami hambatan dalam memperoleh dokumen penduduk yang disebabkan oleh bencana alam, kerusuhan sosial atau bertempat tinggal di daerah terbelakang.

16. Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.


17. Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh instansi pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

18. Pencatatan Perubahan Kewarganegaraan adalah mencatat perubahan kewarganegaraan penduduk yang telah mendapatkan penetapan / pengesahan sesuai peraturan perundangan yang berlaku terhadap perubahan status dari Orang Asing menjadi WNI atau dari WNI menjadi Orang Asing.

19. Pendaftaran penduduk adalah pencatatan biodata penduduk, pencatatan atas pelaporan peristiwa kependudukan dan pendataan Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan serta penerbitan dokumen kependudukan berupa kartu identitas atau surat keterangan kependudukan.

20. Peristiwa kependudukan adalah kejadian yang dialami penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya, meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap.

21. Biodata penduduk adalah keterangan yang berisi elemen data tentang jati diri, informasi dasar serta riwayat perkembangan dan perubahan keadaan yang dialami oleh penduduk sejak saat kelahiran.

22. Nomor Induk Kependudukan yang selanjutnya disingkat dengan NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik/khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.

23. Kartu Keluarga yang selanjutnya disingkat dengan KK adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga.

24. Kepala Keluarga adalah :
a. Orang yang bertempat tinggal dengan orang lain baik mempunyai hubungan darah maupun tidak yang bertanggungjawab terhadap keluarga;
b. Orang yang bertempat tinggal seorang diri; atau
c. Kepala Kesatriyan, asrama, rumah yatim piatu dan lain-lain dimana beberapa orang bertempat tinggal bersama-sama.

25. Keluarga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai hubungan darah dan orang lain, yang tinggal dalam satu rumah/bangunan dan terdaftar dalam kartu keluarga.

26. Anggota Keluarga adalah mereka yang tercantum dalam Kartu Keluarga dan secara kemasyarakatan menjadi tanggung jawab kepala keluarga.

27. Kartu Tanda Penduduk yang selanjutnya disingkat dengan KTP adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

28. Pindah Datang Penduduk adalah perubahan lokasi tempat tinggal untuk menetap karena perpindahan dari tempat yang lama ke tempat yang baru.

29. Surat Persetujuan Menjadi Penduduk yang selanjutnya disingkat dengan SPMP adalah Surat bukti diri setiap Warga Negara Indonesia yang datang/masuk ke daerah dan bermaksud akan menjadi penduduk tetap.

30. Surat Persetujuan Permohonan Ganti Nama yang selanjutnya disingkat dengan SPPGN adalah Surat bukti diri Warga Negara Indonesia yang akan mengganti nama.

31. Pendaftaran penduduk antar negara adalah kegiatan pencatatan dan pemberian/pencabutan dokumen penduduk bagi orang asing yang tinggal terbatas/tetap dan WNI yang meninggalkan tanah air untuk jangka waktu lebih dari 1 tahun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

32. Surat Keterangan Kependudukan adalah bukti yang dimiliki seseorang setelah melaporkan peristiwa penting atau peristiwa yang dialami, meliputi Surat Keterangan Kelahiran, Surat Keterangan Lahir Mati, Surat Keterangan Kematian, Surat Keterangan Pindah Datang WNI, Surat Keterangan Pindah Datang Orang Asing Tinggal Terbatas, Surat Keterangan Pindah Datang Orang Asing Tinggal Tetap, Surat Keterangan Pindah Sementara, Surat Keterangan Tempat Tinggal, Surat Keterangan Tinggal Sementara, Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri untuk WNI, Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri untuk Orang Asing, Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri, Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas dan Surat Keterangan Kependudukan lainnya.

33. Surat Keterangan Kelahiran adalah Surat bukti adanya pelaporan tentang kelahiran bayi dalam keadaan hidup.

34. Surat Keterangan Lahir Mati adalah Surat bukti adanya pelaporan tentang kelahiran bayi dalam keadaan mati setelah usia kandungan minimal 28 minggu.

35. Surat Keterangan Kematian adalah Surat bukti adanya laporan tentang kematian.

36. Surat Keterangan Pindah Datang WNI adalah Surat bukti kepindahan bagi Warga Negara Indonesia.




37. Surat Keterangan Pindah Datang Orang Asing Tinggal Terbatas yang selanjutnya disingkat dengan SKPD OA Tinggal Tetap adalah Surat bukti diri kepindahan bagi Orang Asing yang bertempat tinggal sementara.

38. Surat Keterangan Tempat Tinggal yang selanjutnya disingkat dengan SKTT adalah Surat bukti tentang tempat tinggal bagi Orang Asing yang bermaksud tinggal sementara.

39. Surat Keterangan Pindah Datang Orang Asing Tinggal Tetap yang selanjutnya disingkat dengan SKPD OA Tinggal Tetap adalah Surat bukti diri kepindahan bagi Orang Asing yang bertempat tinggal tetap.

40. Surat Keterangan Tinggal Sementara yang selanjutnya disingkat dengan SKTS adalah surat bukti diri tentang tempat tinggal bagi Warga Negara Indonesia yang bermaksud akan tinggal sementara.

41. Surat Keterangan Pindah Sementara yang selanjutnya disingkat dengan SKPS adalah surat bukti diri bagi Warga Negara Indonesia yang akan tinggal sementara di luar daerah tempat tinggal domisilinya.

42. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri yang selanjutnya disingkat dengan SKPLN untuk WNI adalah Surat bukti diri Warga Negara Indonesia yang akan pindah menetap ke luar negeri selama satu tahun berturut-turut atau lebih.

43. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri yang selanjutnya disingkat dengan SKDLN adalah Surat bukti kedatangan Warga Negara Indonesia dari luar negeri untuk kembali menjadi penduduk tetap.

44. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri yang selanjutnya disingkat dengan SKPLN untuk Orang Asing adalah Surat bukti diri kepindahan Orang Asing ke luar negeri.

45. Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas yang selanjutnya disingkat dengan SKPTI adalah surat keterangan identitas sementara yang diberikan kepada pengungsi dan penduduk korban bencana di daerah sebagai pengganti tanda Identitas yang musnah.

46. Surat Pelaporan Perubahan Kewarganegaraan yang selanjutnya disingkat dengan SPPK adalah Surat bukti pelaporan perubahan kewarganegaraan WNI menjadi Orang Asing atau Orang Asing menjadi WNI di Indonesia / di luar negeri.

47. Pencatatan Sipil adalah pencatatan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang dalam register catatan sipil pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.




48. Akta Catatan Sipil adalah akta autentik yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang mengenai peristiwa kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, pengakuan dan pengesahan anak serta peristiwa kependudukan lainnya.

49. Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama, perubahan status kewarganegaraan dan peristiwa penting lainnya.

50. Pengakuan anak adalah pengakuan secara hukum dari seorang bapak terhadap anaknya yang lahir di luar ikatan perkawinan yang sah atas persetujuan ibu kandung anak tersebut.

51. Pengesahan anak adalah pengesahan status hukum seorang anak yang lahir di luar ikatan perkawinan yang sah, menjadi anak sah sepasang suami istri.

52. Tempat Perekaman Data Kependudukan yang selanjutnya disingkat TPDK adalah fasilitas yang dibangun pada unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah untuk melakukan perekaman, pengelolaan dan pemutakhiran data hasil Pendaftaran dan Pencatatan Penduduk untuk penerbitan dokumen penduduk, serta penyajian informasi kependudukan.

53. Bank Data Kependudukan yang selanjutnya disingkat BDK adalah unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah yang memiliki fasilitas untuk menyimpan data kependudukan dan dapat melakukan pertukaran data melalui jaringan komunikasi data dengan TPDK maupun pusat data kependudukan di propinsi dan nasional.

54. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disingkat SIAK adalah sistem informasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di tingkat Pemerintah Daerah dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai satu kesatuan.

55. Retribusi adalah pembayaran atas jasa tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

56. Retribusi penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil adalah retribusi atas pelayanan penerbitan Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil serta pelayanan lain di bidang pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil yang diberikan oleh Pemerintah Daerah.





57. Buku Harian Peristiwa Penting dan Peristiwa Kependudukan yang selanjutnya disingkat BHPPK adalah buku yang dipakai untuk mencatat kegiatan harian di Kelurahan, Kecamatan atau Daerah, berkaitan dengan pelayanan terhadap pelaporan peristiwa penting dan peristiwa kependudukan atau pengurusan dokumen penduduk.

58. Buku Induk Penduduk yang selanjutnya disingkat BIP adalah buku yang digunakan mencatat keberadaan dan status yang dimiliki oleh seseorang yang dibuat untuk setiap keluarga dan diperbaharui setiap terjadi peristiwa penting dan peristiwa kependudukan bagi penduduk warga negara Indonesia tinggal tetap dan Orang asing tinggal tetap.

59. Buku Mutasi Penduduk yang selanjutnya disingkat BMP adalah buku yang digunakan untuk mencatat perubahan setiap peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang menyangkut jumlah dan status anggota keluarga sesuai dengan nomot urut KK di Kelurahan bagi Warga Negara Indonesia tinggal tetap dan Orang asing tinggal tetap.

60. Buku Induk Penduduk Sementara yang selanjutnya disingkat BIPS adalah buku yang digunakan untuk mencatat keberadaan dan status yang dimiliki oleh seseorang yang dibuat untuk setiap keluarga dan diperbaharui setiap terjadi peristiwa penting dan peristiwa kependudukan bagi Warga Negara Indonesia tinggal sementara dan orang asing tinggal terbatas.

61. Buku Mutasi Penduduk Sementara yang selanjutnya disingkat BMPS adalah buku yang digunakan untuk mencatat perubahan setiap peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang menyangkut jumlah dan status anggota keluarga sesuai dengan nomor urut keluarga di Kelurahan bagi warga negara Indonesia tinggal sementara dan orang asing tinggal terbatas.

62. Rukun Warga yang selanjutnya disingkat RW adalah lembaga yang dibentuk melalui musyawarah pengurus RT di wilayah kerjanya yang ditetapkan oleh Lurah.

63. Rukun Tetangga yang selanjutnya disingkat RT adalah lembaga yang dibentuk melalui musyawarah masyarakat setempat dalam rangka pelayanan pemerintahan dan kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Lurah.


BAB II
JENIS-JENIS PELAYANAN

Pasal 2

Pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Daerah meliputi :
a. Kartu Keluarga (KK);
b. Kartu Tanda Penduduk (KTP);

c. Surat Keterangan Pindah Datang ( SKPD);
d. Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Orang Asing Tinggal Tetap (SKPD OA Tinggal Tetap);
e. Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Orang Asing Tinggal Terbatas (SKPD OA Tinggal Terbatas);
f. Surat Keterangan Pindah Sementara (SKPS);
g. Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS);
h. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri (SKPLN WNI) untuk WNI;
i. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri (SKDLN);
j. Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT) untuk Orang Asing Tinggal Terbatas;
k. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri (SKPLN OA) untuk Orang Asing;
l. Surat Pelaporan Perubahan Kewarganegaraan (SPPK);
m. Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas (SKPTI);
n. Surat Persetujuan Menjadi Penduduk (SPMP);
o. Surat Persetujuan Permohonan Ganti Nama (SPPGN);
p. Surat Keterangan Kelahiran;
q. Surat Keterangan Lahir Mati;
r. Surat Keterangan Kematian;
s. Akta Kelahiran;
t. Akta Perkawinan;
u. Akta Perceraian;
v. Akta Kematian;
w. Akta Pengakuan Anak;
x. Surat Keterangan Catatan Sipil;
y. Surat Keterangan Pencatatan Sipil bagi Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan.


BAB III
PERSYARATAN DAN TATA CARA PELAYANAN

Pasal 3

Persyaratan dan tata cara pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dinyatakan dalam Lampiran Peraturan Walikota ini.





Pasal 4

(1) Formulir yang digunakan dalam pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, meliputi :
a. Formulir Isian Biodata Penduduk untuk Warga Negara Indonesia, kode : F-1.01;
b. Formulir Isian Biodata Penduduk untuk Warga Negara Asing, kode : F-1.02;
c. Formulir Biodata Penduduk Untuk Perubahan Data/Tambahan Anggota Keluarga WNI, kode : F-1.03;
d. Formulir Surat Kuasa Pengisian Biodata, kode : F-1.04;
e. Formulir Surat Pernyataan Perubahan Data Kependudukan, kode : F-1.05;
f. Formulir Permohonan Kartu Keluarga (KK), kode : F-1.06;
g. Formulir Permohonan Kartu Tanda Penduduk, kode: F-1.07;
h. Formulir Surat Keterangan Pindah Datang, kode : F-1.08;
i. Formulir Surat Keterangan Pindah Datang Orang Asing Tinggal Tetap, kode : F-1.09;
j. Formulir Surat Keterangan Pindah Datang Orang Asing Tinggal Terbatas, kode : F-1.10;
k. Formulir Surat Keterangan Pindah Sementara, kode: F-1.11;
l. Formulir Permohonan Tinggal Sementara, kode : F-1.12;
m. Formulir Surat Pengantar Pindah Ke Luar Negeri (SPPLN) Untuk WNI, kode : F-1.13;
n. Formulir Surat Keterangan Pindah Ke Luar Negeri (SKPLN) Untuk WNI, kode : F-1.14;
o. Formulir Surat Keterangan Datang Dari Luar Negeri, kode : F-1.15;
p. Formulir Pendaftaran Penduduk Orang Asing Tinggal Terbatas (PP-Tas), kode : F-1.16;
q. Formulir Pendaftaran Penduduk Orang Asing Tinggal Tetap (PP-Tap), kode : F-1.17;
r. Formulir Keterangan Pindah Ke Luar Negeri (KPLN) Untuk Orang Asing, kode : F-1.18;
s. Formulir Pelaporan Kelahiran, kode : F-2.01;
t. Formulir Permohonan Surat Keterangan Kelahiran, kode : F-2.02;
u. Formulir Pelaporan Kelahiran di luar Domisili Orang Tua, kode: F-2.03;
v. Formulir Pelaporan Kelahiran Orang Asing, kode : F-2.04;
w. Formulir Pelaporan Kelahiran WNI Di Luar Negeri, kode : F-2.05;
x. Formulir Pelaporan Lahir Mati, kode : F-2.06;
y. Formulir Permohonan Surat Keterangan Lahir Mati, kode : F-2.07;
z. Formulir Pelaporan Lahir Mati Orang Asing, kode : F-2.08;
aa. Formulir Pelaporan Perkawinan, kode : F-2.09;
bb. Formulir Pelaporan Pembatalan Perkawinan, kode : F-2.10;
cc. Formulir Pelaporan Perceraian, kode : F-2.11;
dd. Formulir Pelaporan Pengangkatan Anak, kode : F-2.12;
ee. Formulir Pelaporan Pengakuan Anak, kode : F-2.13;
ff. Formulir Pelaporan Pengesahan Anak, kode : F-2.14;
gg. Formulir Pelaporan Kematian, kode : F-2.15;
hh. Formulir Permohonan Surat Keterangan Kematian, kode : F-2.16;
ii. Formulir Pelaporan Kematian di luar Domisili, kode : F-2.17;
jj. Formulir Pelaporan Kematian WNI di Luar Negeri, kode : F-2.18;
kk. Formulir Tanda Bukti Pelaporan Kematian di Luar Negeri, kode : F-2.19;
ll. Formulir Pelaporan Kematian Orang Asing, kode : F-2.20;
mm. Formulir Pelaporan Perubahan Nama Kecil/Nama Keluarga, kode : F-2.21;
nn. Formulir Pelaporan Peristiwa Penting Lainnya, kode :F-2.22;
oo. Formulir Pelaporan Pembatalan Akta, kode : F-2.23;
pp. Formulir Pelaporan Perubahan Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA di Indonesia, kode : F-2.24;
qq. Formulir Pelaporan Perubahan Kewarganegaraan WNA Menjadi WNI, kode : F-2.25;
rr. Formulir Pelaporan Perubahan Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA di Luar Negeri, kode : F-2.26.
(2) Formulir dimaksud pada ayat (1), sebagaimana dinyatakan dalam lampiran Peraturan Walikota ini.

Pasal 5

Buku Register yang digunakan untuk pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, meliputi :

a. Buku Harian Peristiwa Penting dan Peristiwa Kependudukan (BHPPK) di Kelurahan, kode : BK-1.01;
b. Buku Harian Peristiwa Penting dan Peristiwa Kependudukan (BHPPK) di Kecamatan, kode : BK-1.02;
c. Buku Harian Peristiwa Penting dan Peristiwa Kependudukan (BHPPK) di Daerah, kode : BK-1.03;
d. Buku Mutasi Penduduk (BMP) Bagi WNI di Kelurahan, kode : BK-1.04;
e. Buku Mutasi Penduduk (BMP) Bagi Orang Asing Tinggal Tetap di Kelurahan, kode : BK-1.05;
f. Buku Mutasi Penduduk Sementara (BMPS) bagi WNI Pindah Sementara di Kelurahan, kode : BK-1.06;
g. Buku Mutasi Penduduk Sementara (BMPS) WNI Tinggal Sementara di Kelurahan, kode : BK-1.07;
h. Buku Mutasi Penduduk Sementara (BMPS) Orang Asing Tinggal Terbatas di Kelurahan, kode : BK-1.08;
i. Buku Induk Penduduk (BIP) Bagi WNI di Kelurahan, kode : BK-1.09;
j. Buku Induk Penduduk (BIP) Bagi Orang Asing Tinggal Tetap di Kelurahan, kode : BK-1.10;
k. Buku Induk Penduduk Sementara (BIPS) Bagi WNI di Kelurahan, kode : BK-1.11;
l. Buku Induk Penduduk Sementara (BIPS) Bagi Orang Asing Tinggal Terbatas di Kelurahan, kode : BK-1.12.


BAB IV
PROSEDUR PELAYANAN PERMOHONAN
FORMULIR

Pasal 6

(1) Formulir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang disampaikan dari Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil kepada Camat, tidak dapat dipergunakan oleh Camat lain.



(2) Prosedur pelayanan formulir Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil adalah :

a. Lurah atau Sekretaris Kelurahan atas nama Lurah mengajukan permohonan tertulis, guna permintaan formulir sesuai dengan kebutuhan kepada Camat;

b. Camat atau Sekretaris Kecamatan atas nama Camat menghimpun permohonan formulir yang dibutuhkan, termasuk formulir sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, untuk disampaikan kepada Lurah.

c. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil melayani permohonan formulir yang dibutuhkan oleh Camat dan Lurah.

d. Camat dan Lurah melaporkan penggunaan formulir yang diterima, digunakan, hilang atau rusak kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, paling lambat tanggal 5 (lima) setiap bulan.


BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 7

Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Surabaya.



Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal 30 Agustus 2007

WALIKOTA SURABAYA,

ttd

BAMBANG DWI HARTONO




Salinan sasuai dengan aslinya ..........................






Salinan sasuai dengan aslinya
a.n SEKRETARIS DAERAH
Asisten Bidang Administrasi Pemerintahan
u.b
Kepala Bagian Hukum




GATOT SOENYOTO, SH. M.Hum
Pembina Tingkat I
NIP. 010 251 424

PERDA KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2007




PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA
NOMOR 2 TAHUN 2007

T E N T A N G
PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK
DAN PENCATATAN SIPIL


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA,


Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan urusan Kependudukan dan Catatan Sipil sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf l Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005, maka perlu meninjau kembali Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, serta dengan memperhatikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di Daerah, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.


Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kota Besar dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur Jawa Tengah/Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2730) ;

2. Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647);

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1961 tentang Perubahan atau Penambahan Nama Keluarga (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 15);

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019);

5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

6. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3437);

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);

8. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3882);

9. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);

10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235)

11. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);

12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4493);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050)

14. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);

15. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 119);

16. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 1991 tentang Jangka Waktu Berlakunya Kartu Tanda Penduduk bagi Penduduk Berusia 60 (enam puluh) Tahun Ke atas;


17. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 94 Tahun 2003 tentang Spesifikasi Pengadaan dan Pengendalian Blangko Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, Buku Register dan Kutipan Akta Catatan Penduduk;

18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 2005 tentang Pedoman Pendataan dan Pemberian Surat Keterangan pengganti Dokumen Penduduk bagi pengungsi dan penduduk korban bencana di daerah;

19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di daerah;

20. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pedoman Pembentukan Organisasi Lembaga Ketahanan Masyarakat Kelurahan, Rukun Warga dan Rukun Tetangga (Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2003 Nomor 1/D);

21. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2004 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah (Lembaran daerah Kota Surabaya Tahun 2004 Nomor 2/E).


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KOTA SURABAYA
dan
WALIKOTA SURABAYA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kota Surabaya.

2. Pemerintah Daerah, adalah Pemerintah Kota Surabaya.

3. Kepala Daerah, adalah Walikota Surabaya.

4. Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat yang diberi kewenangan oleh Kepala Daerah dalam urusan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.

5. Pejabat Pencatatan Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Kepala Daerah untuk mengelola Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil

6. Kas Daerah, adalah Kas Pemerintah Kota Surabaya.

7. Penyidik Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya disebut PPNS Daerah adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberikan wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melaksanakan Penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah.

8. Registrar adalah petugas / Pegawai Negeri Sipil kelurahan yang memenuhi persyaratan untuk ditugasi melakukan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil bagi Warga Negara Indonesia dan diangkat oleh Walikota Surabaya

9. Kecamatan adalah Wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Daerah Kota Surabaya.

10. Kelurahan adalah Wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kota Surabaya.

11. Penduduk adalah setiap Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang masuk secara sah serta bertempat tinggal di wilayah Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

12. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai Warga Negara Indonesia;

13. Penduduk WNI tinggal sementara adalah setiap Warga Negara Republik Indonesia yang datang/masuk ke Daerah dengan maksud untuk mencari nafkah atau pekerjaan dan belajar/sekolah tetapi tidak bermaksud menjadi penduduk tetap.

14. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Indonesia ;

15. Orang Asing tinggal terbatas adalah Orang asing yang tinggal dalam jangka waktu terbatas di wilayah Negara Republik Indonesia dan telah mendapat ijin tinggal terbatas dari Instansi yang berwenang;

16. Orang Asing tinggal tetap adalah orang asing yang berada dalam wilayah Republik Indonesia dan telah mendapat ijin tinggal tetap dari Instansi yang berwenang;

17. Penduduk Rentan administrasi kependudukan yang selanjutnya disebut Penduduk Rentan Adminduk adalah penduduk atau pengungsi yang mengalami hambatan dalam memperoleh dokumen penduduk yang disebabkan oleh bencana alam, kerusuhan sosial atau bertempat tinggal di daerah terbelakang;

18. Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan

19. Dokumen Penduduk adalah keterangan tertulis yang diterbitkan oleh Pejabat berwenang yang mempunyai kekuatan hukum yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil

20. Pencatatan Perubahan Kewarganegaraan adalah mencatat perubahan kewarganegaraan penduduk yang telah mendapatkan penetapan / pengesahan sesuai peraturan perundangan yang berlaku terhadap Perubahan Status dari Orang Asing menjadi WNI atau dari WNI menjadi Orang Asing.

21. Pendaftaran penduduk adalah pencatatan biodata penduduk, pencatatan atas pelaporan peristiwa kependudukan dan pendataan Penduduk Rentan Adminduk serta penerbitan dokumen penduduk berupa identitas, kartu atau surat keterangan kependudukan;

22. Peristiwa kependudukan adalah kejadian yang dialami penduduk yang harus dilaporkan karena membawa implikasi terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya, meliputi pindah datang, perubahan alamat, tinggal sementara serta perubahan status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap;

23. Biodata penduduk adalah keterangan yang berisi elemen data tentang jati diri, informasi dasar serta riwayat perkembangan dan perubahan keadaan yang dialami oleh penduduk sejak saat kelahiran;

24. Nomor Induk Kependudukan yang selanjutnya disingkat dengan NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik/khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia;

25. Kartu Keluarga yang selanjutnya disingkat denga KK adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta karakteristik anggota keluarga;

26. Kepala Keluarga adalah :
a. Orang yang bertempat tinggal dengan orang lain baik mempunyai hubungan darah maupun tidak yang bertanggungjawab terhadap keluarga;
b. Orang yang bertempat tinggal seorang diri atau ;
c. Kepala Kesatriyan,asrama, rumah yatim piayu dan lain-lain dimana beberapa orang bertempat tinggal bersama-sama;

27. Keluarga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai hubungan darah dan orang lain, yang tinggal dalam satu rumah/bangunan dan terdaftar dalam kartu keluarga

28. Anggota Keluarga adalah mereka yang tercantum dalam kartu keluarga dan secara kemasyarakatan menjadi tanggung jawab kepala keluarga.;

29. Kartu Tanda Penduduk yang selanjutnya disingkat dengan KTP adalah bukti diri sebagai legitimasi penduduk yang diterbitkan oleh pemerintah Kabupaten/Kota yang berlaku di seluruh wilayah kesatuan Negara Republik Indonesia;

30. Pindah Datang penduduk adalah perubahan lokasi tempat tinggal untuk menetap karena perpindahan dari tempat yang lama ke tempat yang baru;

31. Surat Persetujuan Menjadi Penduduk (SPMP) adalah Surat bukti diri setiap Warga Negara Republik Indonesia yang datang/masuk ke daerah dan bermaksud akan menjadi penduduk tetap.
.
32. Surat Persetujuan Permohonan Ganti Nama (SPPGN) adalah Surat bukti diri Warga Negara Indonesia yang akan mengganti nama;

33. Pendaftaran penduduk antar negara adalah kegiatan pencatatan dan pemberian/pencabutan dokumen penduduk bagi orang asing yang tinggal terbatas/ tetap dan WNI yang meninggalkan tanah air untuk jangka waktu lebih dari 1 tahun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

34. Surat Keterangan Kependudukan adalah bukti yang dimiliki seseorang setelah melaporkan peristiwa penting atau peristiwa yang dialami, meliputi Surat Keterangan Kelahiran, Surat Keterangan Lahir Mati, Surat Keterangan Kematian, Surat Keterangan Pindah Datang WNI, Surat Keterangan Pindah Datang Orang Asing Tinggal Terbatas, Surat Keterangan Pindah Datang Orang Asing Tinggal Tetap, Surat Keterangan Pindah Sementara, Surat Keterangan Tempat Tinggal, Surat Keterangan Tinggal Sementara, Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri untuk WNI, Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri untuk Orang Asing, Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri, Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas dan Surat Keterangan Kependudukan lainnya.

35. Surat Keterangan Kelahiran (Model Triplikat) adalah Surat bukti adanya pelaporan tentang kelahiran bayi dalam keadaan hidup.

36. Surat Keterangan Lahir Mati (Model Triplikat) adalah Surat bukti adanya pelaporan tentang kelahiran bayi dalam keadaan mati setelah usia kandungan minimal 28 minggu.

37. Surat Keterangan Kematian (Model Triplikat) adalah Surat bukti adanya laporan tentang kematian.

38. Surat Keterangan Pindah Datang WNI adalah Surat bukti kepindahan bagi Warga Negara Indonesia

39. Surat Keterangan Pindah Datang Orang Asing Tinggal Terbatas adalah Surat bukti diri kepindahan bagi Orang Asing yang bertempat tinggal sementara.

40. Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT) adalah Surat bukti tentang tempat tinggal bagi Orang Asing yang bermaksud tinggal sementara.

41. Surat Keterangan Pindah Datang Orang Asing Tinggal Tetap adalah Surat bukti diri kepindahan bagi Orang Asing yang bertempat tinggal tetap.

42. Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS)) adalah surat bukti diri tentang tempat tinggal bagi Warga Negara Indonesia yang bermaksud akan tinggal sementara

43. Surat Keterangan Pindah Sementara (SKPS) adalah surat bukti diri bagi Warga Negara Indonesia yang akan tinggal sementara di luar daerah tempat tinggal domisilinya

44. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri (SKPLN) untuk WNI adalah Surat bukti diri Warga Negara Indonesia yang akan pindah menetap ke luar negeri selama satu tahun berturut-turut atau lebih.

45. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri (SKDLN) adalah Surat bukti kedatangan Warga Negara Indonesia dari luar negeri untuk kembali menjadi penduduk tetap.

46. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri (SKPLN) untuk Orang Asing adalah Surat bukti diri kepindahan Orang Asing ke luar negeri;

47. Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas (SKPTI) adalah surat keterangan identitas sementara yang diberikan kepada pengungsi dan penduduk korban bencana di daerah sebagai pengganti tanda Identitas yang musnah;

48. Surat Pelaporan Perubahan Kewarganegaraan (SPPK) adalah Surat bukti pelaporan perubahan kewarganegaraan WNI menjadi Orang Asing atau Orang Asing menjadi WNI di Indonesia / di luar negeri;

49. Pencatatan Sipil adalah catatan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang pada register Catatan Sipil oleh unit kerja yang mengelola pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil;



50. Akta Catatan Sipil adalah akta otentik yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang mengenai peristiwa kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, pengakuan dan pengesahan anak serta peristiwa kependudukan lainnya;

51. Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, lahir mati, kematian, perkawinan, perceraian, pembatalan perkawinan, pengangkatan, pengakuan dan pengesahan anak, perubahan nama, perubahan kewarganegaraan dan peristiwa penting lainnya ;

52. Pengakuan anak adalah pengakuan secara hukum dari seorang bapak terhadap anaknya yang lahir di luar ikatan perkawinan yang sah atas persetujuan ibu kandung anak tersebut;

53. Pengesahan anak adalah pengesahan status hukum seorang anak yang lahir di luar ikatan perkawinan yang sah menjadi anak sah sepasang suami istri ;

54. Tempat Perekaman Data Kependudukan yang selanjutnya disingkat TPDK adalah fasilitas yang dibangun pada unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah untuk melakukan perekaman, pengelolaan dan pemutakhiran data hasil Pendaftaran dan Pencatatan Penduduk untuk penerbitan dokumen penduduk, serta penyajian informasi kependudukan.

55. Bank Data Kependudukan yang selanjutnya disingkat BDK adalah unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah yang memiliki fasilitas untuk menyimpan data kependudukan dan dapat melakukan pertukaran data melalui jaringan komunikasi data dengan TPDK maupun pusat data kependudukan di propinsi dan nasional.

56. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disingkat SIAK adalah sistem informasi nasional yang memanfatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di setiap tingkatan wilayah administrasi pemerintahan

57. Retribusi adalah pembayaran atas jasa tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

58. Retribusi penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil adalah retribusi atas pelayanan penerbitan Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil serta pelayanan lain di bidang pendaftaran pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil yang diberikan oleh Pemerintah Daerah;

59. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

60. Surat Ketetapan Retribusi Daerah untuk selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang.

61. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRDKBT, adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan.

62. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

63. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD, adalah Surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

64. Surat Keputusan Keberatan adalah Surat Keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh wajib retribusi.

65. Buku Harian Peristiwa Penting dan Peristiwa Kependudukan yang selanjutnya disingkat BHPPK adalah buku yang dipakai untuk mencatat kegiatan harian di desa/Kelurahan, Kecamatan atau Kabupaten/Kota berkaitan dengan pelayanan terhadap pelaporan peristiwa penting dan peristiwa kependudukan atau pengurusan dokumen penduduk ;

66. Buku Induk Penduduk yang selanjutnya disingkat BIP adalah buku yang digunakan mencatat keberadaan dan status yang dimiliki oleh seseorang yang dibuat untuk setiap keluarga dan diperbaharui setiap terjadi peristiwa penting dan peristiwa kependudukan bagi penduduk warga negara Indonesia tinggal tetap dan Orang asing tinggal tetap;

67. Buku Mutasi Penduduk yang selanjutnya disingkat BMP adalah buku yang digunakan untuk mencatat perubahan setiap peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang menyangkut jumlah dan status anggota keluarga sesuai dengan nomot urut KK di desa/kelurahan bagi Warga Negara Indonesia tinggal tetap dan Orang asing tinggal tetap;

68. Buku Induk Penduduk Sementara yang selanjutnya disingkat BIPS adalah buku yang digunakan untuk mencatat keberadaan dan status yang dimiliki oleh seseorang yang dibuat untuk setiap keluarga dan diperbaharui setiap terjadi peristiwa penting dan peristiwa kependudukan bagi Warga Negara Indonesia tinggal sementara dan orang asing tinggal terbatas ;





69. Buku Mutasi Penduduk Sementara yang selanjutnya disingkat BMPS adalah buku yang digunakan untuk mencatat perubahan setiap peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang menyangkut jumlah dan status anggota keluarga sesuai dengan nomor urut keluarga di kelurahan bagi warga negara Indonesia tinggal sementara dan orang asing tinggal terbatas;


BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 2

Setiap Penduduk Tinggal Tetap, Penduduk Tinggal Sementara, dan Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan, berhak mendapatkan pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Pasal 3

(1) Setiap penduduk tinggal tetap, penduduk tinggal sementara, penduduk rentan administrasi kependudukan wajib mendaftarkan/ mencatatkan diri untuk memperoleh dokumen penduduk.

(2) Dokumen penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. Kartu Keluarga (KK)
b. Kartu Tanda Penduduk (KTP)
c. Surat Keterangan Pindah Datang ( SKPD)
d. Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Orang Asing Tinggal Tetap (SKPD OA Tinggal Tetap)
e. Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Orang Asing Tinggal Terbatas (SKPD OA Tinggal Terbatas)
f. Surat Keterangan Pindah Sementara (SKPS)
g. Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS)
h. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri (SKPLN WNI) untuk WNI
i. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri (SKDLN)
j. Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT) untuk Orang Asing Tinggal Terbatas
k. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri (SKPLN OA) untuk Orang Asing
l. Surat Pelaporan Perubahan Kewarganegaraan (SPPK)
m. Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas (SKPTI)
n. Surat Persetujuan Menjadi Penduduk (SPMP)
o. Surat Persetujuan Permohonan Ganti Nama (SPPGN)
p. Surat Keterangan Kelahiran (Model Triplikat)
q. Surat Keterangan Lahir Mati (Model Triplikat)
r. Surat Keterangan Kematian (Model Triplikat)
s. Akta Kelahiran
t. Akta Perkawinan
u. Akta Perceraian
v. Akta Kematian


w. Akta Pengakuan Anak
x. Surat Keterangan Catatan Sipil
y. Surat Keterangan Pencatatan Sipil bagi penduduk Rentan Administrasi Kependudukan

(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk mendaftarkan dan mencatatkan setiap mutasi penduduk.


Pasal 4

KTP, SKTT , SKTS, dan SKPTI wajib selalu dibawa oleh pemegang yang bersangkutan setiap saat meninggalkan rumah.


BAB III
PENDAFTARAN PENDUDUK

Bagian Pertama
Nomor Induk Kependudukan (NIK)

Pasal 5

Setiap penduduk terdaftar diberi NIK yang wajib dicantumkan dalam setiap dokumen kependudukan dan digunakan sebagai tanda pengenal pada pelayanan publik serta berlaku seumur hidup.


Bagian Kedua
Kartu Keluarga (KK)

Pasal 6

(1) Setiap Kepala Keluarga wajib memiliki 1 (satu) KK.

(2) Dalam KK dicatat data kepala keluarga dan semua anggota keluarga.

(3) KK bukan tanda bukti pemilikan atau penguasaan atas tanah/persil dan atau bangunan.

(4) Setiap terjadi perubahan data kependudukan, Kepala Keluarga wajib mengurus/mengganti dengan KK yang baru.

(5) Penduduk yang diberikan KK adalah setiap orang baik WNI/Orang Asing yang secara nyata dan bertempat tinggal tetap di atas tanah dan bangunan atau persil secara sah di Daerah.

(6) KK ditanda tangani Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.






Pasal 7

(1) Persyaratan memperoleh KK bagi WNI adalah :
a. Surat Pengantar Lurah
b. KK lama yang sudah ada NIK atau SPMP/SKPD bagi penduduk dari luar daerah;
c. Akta Perkawinan/ Buku Nikah;
d. Akta Perceraian/Surat Putusan Cerai;
e. Akta Kelahiran;
f. Akte Kematian;
g. Bukti kepemilikan/penguasaan/penempatan atas tanah dan bangunan atau persil yang sah;
h. SKDLN/SKPLN (bagi WNI yang datang atau pindah).

(2) Persyaratan memperoleh KK bagi Orang Asing Tinggal Tetap, selain persyaratan pada ayat (1) diatas melampirkan pula :
a. Paspor
b. Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) dari Kantor Imigrasi
c. Surat Tanda Lapor Diri (STLD) dari Kepolisian;
d. Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT);
e. SKPD OA (bagi orang asing yang pindah dan domisili).


Bagian Ketiga
Kartu Tanda Penduduk (KTP)

Pasal 8

(1) Setiap penduduk yang telah berusia 17 tahun atau sudah/pernah kawin wajib memiliki 1 (satu) KTP.

(2) KTP berlaku secara nasional dan digunakan sebagai tanda pengenal dalam pelayanan publik.

(3) Permohonan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan ketentuan :
a. paling cepat 14 (empat belas) hari sebelum yang bersangkutan berusia 17 tahun dan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah usia 17 tahun atau,
b. paling cepat pada saat perkawinan dan paling lambat 14 hari setelah perkawinan.

(4) Penduduk yang diberikan KTP adalah setiap orang baik WNI/Orang Asing yang bertempat tinggal tetap di atas tanah dan bangunan atau persil secara sah.


Pasal 9

(1) KTP berlaku selama masa waktu 5 (lima) tahun, kecuali bila terjadi perubahan data.

(2) Perpanjangan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan paling cepat 14 hari sebelum masa berlaku KTP.



(3) Masa berlaku KTP bagi Orang Asing Tinggal Tetap disesuaikan dengan masa berlakunya izin tinggal tetap.

(4) Penerbitan KTP WNI yang baru datang dari luar negeri dilakukan setelah diterbitkan Surat Keterangan Datang dari luar negeri oleh Pejabat yang ditunjuk Kepala Daerah

(5) Dalam KTP dimuat pas foto berwarna penduduk yang bersangkutan, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. penduduk yang lahir pada tahun ganjil, latar belakang pas foto berwarna merah
b. penduduk yang lahir pada tahun genap, latar belakang pas foto berwarna biru

(6) Pas foto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berukuran 2 cm x 3 cm (dua sentimeter kali tiga sentimeter) dengan ketentuan 70% (tujuh puluh persen) tampak wajah, dapat menggunakan jilbab dan tidak diperbolehkan menggunakan cadar.

(7) KTP untuk Penduduk WNI yang berusia 60 (enam puluh) tahun ke atas berlaku seumur hidup.

(8) KTP harus dilakukan penggantian apabila yang bersangkutan pindah tempat tinggal dan KTP yang lama diserahkan kepada pejabat yang telah mengeluarkan KTP dimaksud.

(9) KTP ditanda tangani oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah, memuat tanda tangan atau cap jempol dan sidik jari yang bersangkutan.

(10) Persyaratan untuk memperoleh KTP adalah :
a. Surat Pengantar Lurah
b. Kartu Keluarga
c. KTP yang telah habis masa berlakunya (untuk perpanjangan);
d. KTP yang rusak (untuk penggantian KTP yang rusak);
e. Surat keterangan kehilangan dari kepolisian (untuk penggantian KTP yang hilang).
f. Akte kelahiran
g. Akte nikah/akte kawin bagi penduduk yang belum berumur 17 tahun tentang sudah/pernah kawin.
h. Dokumen imigrasi (paspor, izin tinggal tetap) bagi Orang Asing Tinggal Tetap.


Bagian Keempat
Pendaftaran Perubahan Alamat

Pasal 10

Penerbitan perubahan alamat dalam KK dan KTP karena terjadinya pemekaran wilayah atau pembangunan, kepada penduduk diberikan kemudahan dan tidak dipungut biaya



Bagian Kelima
Surat Keterangan Pindah Datang

Pasal 11

(1) Setiap perpindahan penduduk WNI dalam Kelurahan, antar Kelurahan dalam Kecamatan, antar Kecamatan dalam Daerah dan keluar Daerah wajib didaftar dalam buku induk penduduk dan buku mutasi penduduk.

(2) Perpindahan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut :

a. perpindahan penduduk dalam lingkungan satu Kelurahan, diterbitkan Surat Keterangan Pindah Datang oleh Lurah setempat untuk dilakukan perubahan alamat tempat tinggal dan tidak diberikan kepada penduduk

b. perpindahan penduduk dalam lingkungan satu Kecamatan, diterbitkan Surat Keterangan Pindah Datang yang ditanda tangani oleh Lurah di daerah asal dan di daerah tujuan

c. perpindahan antar Kecamatan dan antar Daerah, diterbitkan Surat Keterangan Pindah Datang yang ditanda tangani oleh Lurah dan Camat di daerah asal untuk mendapatkan pengesahan oleh Lurah dan Camat di tempat/daerah tujuan.

(3) Persyaratan untuk memperoleh Surat Keterangan Pindah Datang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) membawa KK dan KTP untuk dilakukan penggantian dan atau pencabutan


Bagian Keenam
Surat Persetujuan Menjadi Penduduk
(SPMP)

Pasal 12

(1) Setiap penduduk baru dari luar daerah yang bermaksud menetap dan pindah menjadi penduduk wajib mengurus SPMP

(2) Persyaratan untuk memperoleh SPMP :
a. Surat Keterangan Pindah Datang yang ditandatangani oleh Lurah dan Camat dari daerah asal serta disahkan oleh Lurah dan Camat daerah tujuan
b. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Kepolisian Daerah asal.
c. Surat Keterangan bekerja/belajar dari instansi/lembaga yang bersangkutan
d. Bukti kepemilikan/penguasaan/penempatan atas tanah dan bangunan/persil yang sah
e. pas foto terbaru.

(3) SPMP ditandatangani Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

(4) SPMP diberikan kepada kepala keluarga beserta seluruh anggota keluarganya sebagaimana tersebut dalam Surat Keterangan Pindah Datang yang telah disahkan.


Bagian Ketujuh
Surat Keterangan Pindah Datang
Penduduk Orang Asing Tinggal Tetap
(SKPD OA Tetap)

Pasal 13

(1) Setiap Orang Asing yang tinggal secara menetap dalam wilayah Indonesia wajib memiliki Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Orang Asing Tinggal Tetap (SKPD OA Tinggal Tetap)

(2) SKPD OA Tinggal Tetap ditandatangani Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

(3) Persyaratan untuk memperoleh SKPD OA Tetap adalah :
a. KK / KTP
b. Akta Kelahiran
c. Akte Perkawinan
d. Surat Tanda Lapor Diri (STLD) dari Kepolisian yang masih berlaku
e. Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) dari Kantor Imigrasi ;
f. Pas foto terbaru


Bagian Kedelapan
Surat Keterangan Pindah Datang
Penduduk Orang Asing Tinggal Terbatas
(SKPD OA Terbatas)

Pasal 14

(1) Setiap Orang Asing yang memperoleh izin tinggal terbatas/sementara wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Orang Asing Tinggal Terbatas (SKPD OA Terbatas)

(2) SKPD OA Terbatas ditandatangani Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

(3) Persyaratan untuk memperoleh SKPD OA Terbatas adalah
a. Pasport
b. Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dari Kantor Imigrasi
c. Surat Tanda Lapor Diri (STLD) dari Kepolisian yang masih berlaku;
d. Surat Ijin Tenaga Kerja Asing dari Instansi yang berwenang
e. Surat Jaminan dari Perusahaan/ Badan Usaha/ Perorangan
f. Pas foto terbaru;



Bagian Kesembilan
Surat Keterangan Pindah
Sementara (SKPS)

Pasal 15

(1) Setiap penduduk WNI yang akan tinggal sementara diluar daerah wajib memiliki Surat Keterangan Pindah Sementara (SKPS).

(2) SKPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Lurah dan disahkan Camat

(3) Persyaratan untuk memperoleh SKPS adalah
a. KK dan / atau KTP
b. Surat izin orang tua atau wali bagi yang belum berumur 17 tahun atau belum menikah

(4) SKPS tidak diwajibkan bagi WNI yang melakukan tugas atau sekolah kedinasan


Bagian Kesepuluh
Surat Keterangan Tinggal
Sementara (SKTS)

Pasal 16

(1) Setiap penduduk WNI yang tinggal sementara dalam daerah wajib memiliki Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal diterbitkan SKPS dari daerah asal luar Kota Surabaya ;

(2) SKTS berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali

(3) SKTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

(4) Persyaratan untuk meperoleh SKTS adalah :
a. mengisi permohonan tinggal sementara yang diketahui oleh Lurah dan disetujui oleh Camat;
b. KTP daerah asal yang masih berlaku;
c. SKPS dari daerah asal;
d. pas foto terbaru;

(5) SKTS tidak diwajibkan bagi WNI yang melakukan tugas atau sekolah kedinasan








Bagian Kesebelas
Surat Keterangan Pindah Ke Luar Negeri
untuk WNI (SKPLN WNI )

Pasal 17

(1) Setiap penduduk WNI yang akan ke luar negeri dengan tujuan menetap selama 1 (satu) tahun berturut-turut atau lebih dari 1 (satu) tahun wajib memiliki Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri (SKPLN WNI)

(2) SKPLN WNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

(3) SKPLN WNI digunakan sebagai salah satu syarat dalam pengurusan paspor

(4) Persyaratan untuk memperoleh SKPLN WNI adalah
a. KK dan / atau KTP
b. Surat Pengantar Pindah ke Luar Negeri yang dikeluarkan Lurah dan disahkan Camat
c. Surat Izin orang tua atau wali bagi yang belum berumur 17 tahun atau belum menikah
d. Pas foto terbaru


Bagian Keduabelas
Surat Keterangan Datang
dari Luar Negeri (SKDLN)

Pasal 18

(1) Setiap WNI yang datang dari menetap di luar negeri paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak kedatangan di daerah tujuan wajib memiliki Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri (SKDLN)

(2) SKDLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

(3) SKDLN digunakan sebagai dasar penerbitan KK dan KTP

(4) Persyaratan untuk memperoleh SKDLN adalah :
a. nomor KK dan / atau NIK yang pernah dimiliki
b. mengisi biodata penduduk (bagi yang belum memiliki NIK)
c. Paspor dan Tanda Masuk dari Imigrasi
d. pas foto terbaru









Bagian Ketigabelas
Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT)

Pasal 19

(1) Setiap Orang Asing yang baru datang dari luar negeri yang telah mendapat izin tinggal terbatas di Indonesia dan Orang Asing yang telah berada di Indonesia dan telah mengubah status menjadi tinggal terbatas wajib dilaporkan dan didaftarkan kepada Kepala Daerah paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterbitkan izin tinggal terbatas untuk diterbitkan Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT)

(2) SKTT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanda tangani Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah, dan berlaku sampai habis masa berlakunya izin tinggal terbatas.

(3) Persyaratan untuk memperoleh SKTT adalah :
a. Paspor dan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dari instansi yang berwenang
b. NIK (bagi yang pernah memiliki NIK)
c. mengisi biodata penduduk (bagi yang belum memiliki NIK)
d. SKPD OA (bagi orang asing yang pindah domisili);
e. pas Foto terbaru.


Bagian Keempatbelas
Surat Keterangan Pindah Ke Luar Negeri
untuk Orang Asing (SKPLN OA)

Pasal 20

(1) Setiap penduduk Orang Asing Tinggal Terbatas atau Orang Asing Tinggal Tetap yang akan pindah ke luar negeri diberikan Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri untuk Orang Asing (SKPLN OA)

(2) SKPLN OA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

(3) Persyaratan untuk memperoleh SKPLN OA adalah
a. Paspor yang masih berlaku
b. Kartu Izin Tinggal Terbatas atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAS/KITAP) dari instansi yang berwenang
c. KK dan KTP (bagi Orang Asing Tinggal Tetap)
d. SKTT (bagi Orang Asing Tinggal Terbatas)










Bagian Kelimabelas
Penduduk Rentan
Administrasi Kependudukan

Pasal 21

(1) Bagi penduduk rentan administrasi kependudukan sebelum diberikan KK, KTP dan Akta Catatan Sipil oleh Pemerintah Daerah diberikan Surat Keterangan Pengganti Dokumen Penduduk

(2) Surat Keterangan Pengganti Dokumen Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 1(satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali setelah dilakukan verifikasi data dengan daerah asal

(3) Penerbitan KK, KTP dan Akta Catatan Sipil tanpa dipungut biaya


Pasal 22

(1) Surat Keterangan Pengganti Dokumen Penduduk terdiri atas :
a. Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas (SKPTI)
b. Surat Keterangan Pencatatan Sipil

(2) Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas (SKPTI) ditandatangani Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah

(3) Surat Keterangan Pencatatan Sipil terdiri dari Surat Keterangan Kelahiran, Surat Keterangan Lahir Mati, Surat Keterangan Kematian dan Surat Keterangan Perkawinan yang dikeluarkan oleh Lurah dan diketahui Camat.

(4) Persyaratan untuk memperoleh Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas (SKPTI) dan Surat Keterangan Pencatatan Sipil adalah :
a. mengisi formulir pendataan.
b. membuat surat pernyataan kehilangan dokumen penduduk.


Bagian Keenambelas
Surat Persetujuan
Permohonan Ganti Nama (SPPGN)

Pasal 23

(1) Setiap WNI yang bermaksud berganti nama, wajib memiliki Surat Persetujuan Permohonan Ganti Nama (SPPGN)

(2) SPPGN ditandatangani Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.




(3) Persyaratan untuk memperoleh SPPGN adalah :
a. mengajukan permohonan perubahan / ganti nama;
b. KK dan KTP ;
c. Akta Kelahiran ;
d. Akta Perkawinan bagi yang sudah kawin;
e. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK);
f. pas foto terbaru


BAB IV
PENCATATAN SIPIL

Bagian Pertama
Pencatatan Kelahiran

Pasal 24

(1) Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh orang tuanya atau keluarganya atau kuasanya kepada Kepala Daerah untuk dilakukan pencatatan dalam register akta kelahiran paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal kelahiran yang selanjutnya diterbitkan kutipan akta kelahiran.

(2) Pencatatan Kelahiran yang melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan setelah :
a. memperoleh persetujuan dari Kepala Daerah bagi warga negara Indonesia (WNI)
b. memperoleh penetapan Pengadilan Negeri, bagi Orang Asing

(3) Dalam hal tempat peristiwa kelahiran berbeda dengan tempat tinggal atau domisili, pejabat pencatat sipil yang mencatat dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) bertanggungjawab memberitahukan hal dimaksud kepada unit kerja yang mengelola pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di wilayah tempat domisili asal.

(4) Anak dari Warga Negara Indonesia atau Orang Asing tinggal terbatas dan tinggal tetap yang dilahirkan di luar negeri setelah kembali ke Indonesia wajib dilaporkan oleh orang tuanya atau keluarganya atau kuasanya kepada Kepala Daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak kedatangan untuk pemutakhiran biodata

(5) Anak temuan atau anak yang tidak diketahui asal usulnya yang lahir di daerah dilaporkan oleh penemunya dengan bukti-bukti lain yang menguatkan kepada Kepala Daerah untuk dilakukan pencatatan kelahiran








(6) Persyaratan untuk pencatatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Surat Keterangan Kelahiran dari dokter/bidan/rumah sakit;
b. KK dan KTP orang tua bayi (WNI dan Orang Asing Tinggal Tetap)
c. Surat Keterangan Kelahiran dari Lurah ;
d. Akta perkawinan /Surat Nikah orang tua ;
e. Akta Kelahiran Ibu bagi yang lahir diluar nikah
f. Berita Acara Kepolisian setempat (bagi anak lahir yang tidak diketahui orang tuanya)
g. SKTT orang tua bayi (bagi orang asing status tinggal terbatas)
h. Dokumen Imigrasi orang tua bayi (bagi Orang Asing pemegang izin singgah atau visa kunjungan)

(7) Kutipan Akta Kelahiran bagi anak yang berusia 0 sampai dengan 18 tahun atau belum pernah kawin diberikan tanpa dipungut biaya.

(8) Kutipan atau Salinan Akta Kelahiran yang hilang, rusak atau pembaharuan dapat diberikan Kutipan atau Salinan Akta Kelahiran kedua dan seterusnya dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah

(9) Persyaratan untuk memperoleh Kutipan atau Salinan Akta Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah :
a. KK dan KTP pemohon;
b. Kutipan Akta Kelahiran yang rusak apabila Kutipan Akta Kelahiran rusak;
c. Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian apabila Kutipan Akta Kelahiran hilang.
d. untuk pembaharuan Kutipan Akta melampirkan asli Kutipan Akta yang lama.


Bagian Kedua
Pencatatan Lahir Mati

Pasal 25

(1) Setiap kelahiran bayi dalam keadaan mati wajib dilaporkan orang tuanya/keluarganya/kuasanya kepada Kepala Daerah, dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak kelahiran.

(2) Pelaporan lahir mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan diterbitkan surat keterangan lahir mati (model triplikat) oleh Lurah

(3) Persyaratan untuk memperoleh Surat Keterangan Lahir Mati adalah :
a. KK dan KTP orang tua bayi (WNI dan Orang Asing Tinggal Tetap)
b. Surat Keterangan dari dokter/bidan/rumah sakit yang menyatakan kelahiran bayi dalam keadaan mati
c. Akta Perkawinan/Surat Nikah orang tua bayi
d. Surat keterangan lahir mati dari Lurah;
e. SKTT orang tua bayi (bagi orang asing status tinggal terbatas)
f. Dokumen Imigrasi orang tua bayi (bagi Orang Asing pemegang izin singgah atau visa kunjungan).


Bagian Ketiga
Pencatatan Perkawinan

Pasal 26

(1) Perkawinan bagi yang bukan beragama Islam yang telah dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya, wajib diberitahukan oleh yang bersangkutan atau keluarga atau kuasanya kepada Kepala Daerah paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak peristiwa perkawinan untuk dilakukan pencatatan pada Register Akta Perkawinan, dan diterbitkan Kutipan Akta Perkawinan, kecuali mereka Orang asing yang telah mendapat persetujuan dari hakim/Pengadilan Negeri setempat

(2) Setiap orang yang akan melaksanakan perkawinan wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada Lurah paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan untuk dicatat dan diterbitkan Surat Keterangan Status Perkawinan yang disahkan Camat dan dipergunakan sebagai persyaratan pelaksanaan pemberkatan pernikahan oleh pemuka agama masing-masing

(3) Pencatatan Perkawinan antar Orang Asing dapat dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku

(4) Persyaratan untuk memperoleh Surat Keterangan Status Perkawinan adalah:
a. KK dan KTP
b. Kutipan Akta Perceraian atau Kutipan Akta Kematian (bagi mereka yang telah cerai atau pasangannya telah meninggal)
c. Surat bukti ganti nama (bagi yang telah ganti nama)
d. Dokumen Imigrasi, STLD dari Kepolisian dan surat dari Kedutaan/Konsul/Perwakilan Negaranya (bagi Orang Asing yang akan melakukan perkawinan dengan WNI)
e. Izin dari Komandan bagi anggota TNI/POLRI
f. Surat-surat kelengkapan dari Kedutaan Besar yang bersangkutan (bagi perkawinan antar Orang Asing)

(5) Persyaratan untuk pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) adalah:
a. Kutipan Akta Kelahiran / Surat Keterangan Kelahiran;
b. Surat Bukti Pemberkatan Perkawinan menurut agamanya
c. berkas persyaratan pendaftaran perkawinan sebagaimana tersebut pada ayat (4)
d. Kutipan Akta Kelahiran Anak (bagi calon mempelai yang telah mempunyai anak yang akan diakui dan disahkan setelah perkawinan;
e. Izin tertulis dari orang tua apabila belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun;
f. Izin tertulis dari Pengadilan Negeri apabila calon suami belum mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan calon isteri belum mencapai umur 16 (enam belas) tahun
g. Izin dari pejabat yang berwenang bagi anggota TNI/POLRI;
h. Kutipan Akta Perceraian bagi yang cerai hidup
i. pas Foto berdampingan ukuran 4 x 6 sebanyak 5 lembar
j. surat kuasa apabila dikuasakan.

(6) Kutipan atau Salinan Akta Perkawinan yang hilang atau rusak dapat diberikan Salinan atau Kutipan Akta Perkawinan dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dengan melampirkan :
a. KK dan KTP pemohon
b. Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian apabila Kutipan Akta Perkawinan hilang
c. Kutipan Akta Perkawinan yang rusak

(7) Setiap WNI yang melaksanakan perkawinan di luar negeri wajib melaporkan perkawinannya kepada Kepala Daerah paling lama 1 (satu) tahun sejak yang bersangkutan kembali di Indonesia untuk dicatat dan diterbitkan Surat Keterangan Pelaporan Perkawinan Luar Negeri


Bagian Keempat
Pencatatan
Pembatalan Perkawinan

Pasal 27

(1) Setiap pembatalan perkawinan bagi penduduk yang perkawinannya bukan berdasar agama Islam wajib melaporkan kepada Kepala Daerah untuk dicatat dalam Register Akta Perkawinan

(2) Persyaratan pencatatan pembatalan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. KK dan KTP
b. Kutipan Akta Kelahiran
c. Kutipan Akta Perkawinan
d. Keputusan Pengadilan Negeri yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap
e. Surat Bukti Ganti Nama (bagi WNI keturunan yang sudah berganti nama)
f. Dokumen Imigrasi dan STDL (bagi Orang Asing )







Bagian Kelima
Pencatatan Perceraian

Pasal 28

(1) Perceraian bagi yang bukan beragama Islam dan telah mendapatkan penetapan Pengadilan wajib dilaporkan kepada Kepala Daerah paling lama 60 (enam puluh) hari kerja setelah memperoleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap oleh yang bersangkutan atau kuasanya

(2) Berdasarkan perceraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pencatat Sipil mencatat pada Register Akta Perceraian, memberikan catatan pinggir pada Register Akta Perkawinan, mencabut Kutipan Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perceraian

(3) Dalam hal tempat peristiwa perceraian berbeda dengan tempat pencatatan peristiwa perkawinan, pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memberitahukan terjadinya peristiwa perceraian kepada pejabat pencatat sipil yang mencatat peristiwa perkawinan.

(4) Setiap WNI yang melaksanakan perceraian di luar negeri wajib melaporkan kepada Kepala Daerah paling lama 1 (satu) tahun sejak yang bersangkutan kembali di Indonesia untuk dicatat pada Register Akta Perceraian dan diterbitkan Kutipan Akta Perceraian

(5) Pelaporan perceraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan :
a. Keputusan Pengadilan tentang penetapan perceraian yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
b. KK dan KTP.
c. Kutipan Akta Kelahiran
d. Kutipan Akta Perkawinan.
e. Surat Bukti Ganti Nama (bagi WNI keturunan yang sudah ganti nama)
f. Dokumen Imigrasi dan STLD (bagi Orang Asing)

(5) Kutipan Akta Perceraian yang hilang atau rusak dapat diberikan Salinan atau Kutipan Akta Perceraian dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah dengan melampirkan :
a. KK dan KTP pemohon;
b. Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian apabila Kutipan Akta Perceraian hilang.
c. Kutipan Akta Perceraian yang rusak






Bagian Keenam
Pencatatan
Pengangkatan Anak

Pasal 29

(1) Pengangkatan Anak yang telah mendapatkan Penetapan Pengadilan Negeri, wajib dilaporkan oleh orang tuanya atau kuasanya Kepada Kepala Daerah, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya salinan penetapan pengadilan untuk dicatat dan diberikan catatan pinggir pada Register dan Kutipan Akta Kelahiran anak yang bersangkutan.

(2) Pengangkatan Anak oleh penduduk WNI yang dilaksanakan di luar negeri wajib melaporkan kepada Kepala Daerah paling lama 1 (satu) tahun sejak yang bersangkutan kembali di Indonesia untuk dicatat pada Register dan Kutipan Akta Kelahiran anak yang bersangkutan

(3) Persyaratan untuk pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. KK dan KTP orang tua yang akan mengangkat;
b. Kutipan Akta Kelahiran anak yang bersangkutan;
c. Kutipan Akta Perkawinan orang tua yang akan mengangkat (apabila ada);
d. Penetapan/Putusan Pengadilan Negeri tentang pengangkatan anak;
e. Dokumen Imigrasi, STLD dari Kepolisian dan Surat Keterangan dari Perwakilan Negara Yang bersangkutan (bagi Orang Asing)
f. SKTT (bagi Orang Asing Tinggal Terbatas) atau KK/KTP (bagi Orang Asing Tinggal Tetap)


Bagian Ketujuh
Pencatatan
Pengakuan Anak

Pasal 30

(1) Pengakuan anak luar kawin wajib dilaporkan kepada Kepala Daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja, sejak tanggal surat pengakuan anak disetujui ibu kandung dari anak yang bersangkutan untuk dicatat pada Register Akta Pengakuan Anak dan diberikan catatan pinggir pada register dan kutipan akta kelahiran anak yang bersangkutan.

(2) Persyaratan pencatatan pengakuan anak luar kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. KK dan KTP ibu kandung dan bapak yang mengakui
b. Kutipan Akta Kelahiran Anak
c. Surat Pernyataan Pengakuan Anak dari bapak yang mengakui dengan persetujuan ibu dari anak yang bersangkutan
d. Dokumen Imigrasi, STLD dari Kepolisian dan Surat Keterangan dari Perwakilan Negara Yang bersangkutan (bagi Orang Asing)
e. SKTT (bagi Orang Asing Tinggal Terbatas) atau KK/KTP (bagi Orang Asing Tinggal Tetap)


Bagian Kedelapan
Pencatatan
Pengesahan Anak

Pasal 31

(1) Pengakuan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) dapat disahkan pada saat pencatatan perkawinan orang tuanya

(2) Pengesahan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh orang tuanya kepada Kepala Daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan, untuk dicatat pada Register Perkawinan orang tuanya dan diberikan catatan pinggir pada Register dan Akta Kelahiran anak yang bersangkutan,

(3) Pengesahan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula dilakukan tanpa melalui pengakuan anak dan dilakukan bersamaan dengan pengesahan perkawinan orang tuanya

(4) Pencatatan Pengesahan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melampirkan :

a. KK dan KTP orang tua (WNI dan Orang Asing Tinggal Tetap) ;
b. Kutipan Akta Perkawinan Orang Tua ;
c. Kutipan Akta Kelahiran Anak;
d. Dokumen Imigrasi, STLD dari Kepolisian dan Surat Keterangan dari Perwakilan Negara Yang bersangkutan (bagi Orang Asing)
e. SKTT (bagi Orang Asing Tinggal Terbatas)


Bagian Kesembilan
Pencatatan Kematian

Pasal 32

(1) Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau kuasa keluarganya kepada Kepala Daerah untuk dilakukan pencatatan dalam register akta kematian dan diterbitkan Kutipan Akta Kematian, paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal kematian.

(2) Pencatatan Kematian yang melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) harus mendapat izin dari Kepala Daerah

(3) Dalam hal tempat peristiwa kematian berbeda dengan domisili, pejabat pencatat sipil yang mencatat dan menerbitkan Kutipan Akta Kematian memberitahukan kepada unit kerja yang mengelola pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di wilayah tempat domisili.

(4) Persyaratan untuk pencatatan kematian tersebut adalah :
a. Surat Kematian (Visum) dari Dokter/Rumah Sakit
b. KK dan KTP yang meninggal
c. Surat Keterangan Kematian dari Lurah ;
d. Akta kelahiran yang meninggal (bagi yang memiliki)
e. Akta perkawinan yang meninggal bagi yang kawin
f. Akta Kematian Suami/Istri bagi duda atau janda
g. KTP pelapor dan saksi

(5) Kutipan Akta Kematian yang hilang atau rusak dapat diberikan Salinan atau Kutipan Akta Kematian dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah dengan melampirkan :
a. KK dan KTP pemohon;
b. Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian apabila Kutipan Akta Kematian hilang.
c. Kutipan Akta Kematian yang rusak;


Pasal 33

(1) Kematian Warga Negara Indonesia di luar negeri wajib dilaporkan oleh keluarganya atau kuasanya kepada Kepala Daerah paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak keluarganya kembali ke Indonesia

(2) Kematian Orang Asing Tinggal Tetap dan Orang Asing Tinggal Terbatas wajib dilaporkan oleh keluarganya atau kuasanya kepada Kepala Daerah untuk untuk dilakukan pencatatan dalam register akta kematian dan diterbitkan Kutipan Akta Kematian, paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal kematian.

(3) Kematian Orang Asing Tinggal Tetap dan Orang Asing Tinggal Terbatas di luar negeri wajib dilaporkan oleh keluarganya atau kuasanya kepada Kepala Daerah paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak kedatangan.

(4) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diterbitkan tanda bukti pelaporan kematian luar negeri.

(5) Persyaratan untuk pencatatan kematian tersebut adalah :
a. Surat Kematian (Visum) dari Dokter/Rumah Sakit
b. KK dan KTP yang meninggal (WNI dan Orang Asing Tinggal Tetap)
c. Akta kelahiran yang meninggal (bagi yang memiliki)
d. Akta Kematian dari negara tempat kematian (bagi yang meninggal di luar negeri)
e. Akta perkawinan yang meninggal bagi yang kawin
f. KTP pelapor dan saksi
g. SKTT bagi Orang Asing status tinggal terbatas
h. Dokumen Imigrasi yang bersangkutan (bagi Orang Asing pemegang izin singgah atau visa kunjungan)


Bagian Kesepuluh
Pencatatan Perubahan Nama

Pasal 34

(1) Perubahan nama kecil yang telah mendapatkan penetapan pengadilan wajib dilaporkan kepada Kepala Daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya salinan penetapan pengadilan

(2) Perubahan nama keluarganya yang telah mendapatkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia wajib dilaporkan kepada Kepala Daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya salinan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

(3) Perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dicatat oleh Pejabat Pencatat Sipil pada akta-akta catatan sipil dalam bentuk catatan pinggir

(4) Persyaratan untuk pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) adalah :
a. KK dan KTP (bagi WNI dan Orang Asing Tinggal Tetap);
b. Kutipan Akta Kelahiran;
c. Kutipan Akta Perkawinan bagi yang kawin;
d. Dokumen Imigrasi, STLD dari Kepolisian dan Surat Keterangan dari Perwakilan Negara Yang bersangkutan (bagi Orang Asing)
e. SKTT (bagi Orang Asing Tinggal Terbatas)
f. Penetapan dari Pengadilan Negeri (bagi perubahan nama kecil)
g. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (bagi perubahan nama keluarga)


Bagian Kesebelas
Perubahan
dan Pembatalan Akta

Pasal 35

(1) Perubahan dan/atau pembatalan Akta Catatan Sipil yang telah mendapatkan putusan pengadilan, wajib dilaporkan kepada Kepala Daerah, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya salinan putusan pengadilan, untuk dilakukan pencatatan dalam register akta dan diberikan catatan pinggir pada akta catatan sipil yang bersangkutan.

(2) Persyaratan untuk pencatatan perubahan dan atau pembatalan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. KK dan KTP pemohon;
b. Salinan putusan Pengadilan tentang pembatalan akta dan/atau perubahan akta yang bersangkutan;
c. Kutipan akta yang akan diubah/dibatalkan.


Bagian Keduabelas
Pencatatan
Perubahan Kewarganegaraan

Pasal 36

(1) Perubahan kewarganegaraan penduduk yang telah mendapatkan penetapan/pengesahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, wajib dilaporkan kepada Kepala Daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penetapan/pengesahan, untuk dilakukan pencatatan dalam register akta dan diberikan catatan pinggir pada akta catatan sipil yang bersangkutan.

(2) Pelaporan perubahan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Surat Pelaporan Perubahan Kewarganegaraan (SPPK) yang ditanda tangani Pejabat Pencatat Sipil atau dan Pengadilan Negeri

(3) Data perubahan kewarganegaraan yang diterima dari Perwakilan Negara Indonesia berdasarkan pelaporan dari penduduk dicatat oleh Pejabat Pencatat Sipil pada akta-akta catatan sipil

(4) Dokumen KK dan KTP Penduduk yang merubah status kewarganegaraan Indonesia menjadi Warga Negara Asing dicabut

(5) Persyaratan pencatatan perubahan kewarganegaraan di Indonesia sebagai berikut :
a. KK dan KTP (bagi Orang asing tinggal tetap)
b. SKTT (bagi Orang asing tinggal terbatas)
c. Kutipan Akta Kelahiran/Akta Perkawinan
d. Keputusan/Penetapan perubahan status kewarganegaraan dari Pejabat/instansi yang berwenang
e. Dokumen Imigrasi, STLD dari Kepolisian

(6) Persyaratan pencatatan perubahan kewarganegaraan di Luar negeri sebagai berikut :
a. KTP lama dan Kartu Identitas diri dari negara yang baru
b. Kutipan Akta Kelahiran/Akta Perkawinan
c. Keputusan/Penetapan dari Pejabat/instansi yang menangani masalah kewarganegaraan dari negara yang baru yang menetapkan penduduk telah memperoleh kewarganegaraan yang baru
d. Paspor RI dan Paspor dari negara yang baru
e. Surat pernyataan dari Kantor Perwakilan RI




Bagian Ketigabelas
Legalisasi Kutipan
dan/atau Salinan Akta

Pasal 37

(1) Setiap permohonan Legalisasi Kutipan dan/atau Salinan Akta Catatan Sipil kepada Kepala Daerah harus menunjukkan Kutipan Akta dan/atau Salinan Akta Catatan Sipil;

(2) Legalisasi Kutipan dan/atau Salinan Akta Catatan Sipil ditandatangani Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah;


Bagian Keempatbelas
Surat Keterangan
Catatan Sipil

Pasal 38

(1) Setiap Permohonan Surat Keterangan Catatan Sipil kepada Kepala Daerah harus melampirkan:
a. Surat Pengantar Lurah;
b. KK dan KTP pemohon;
c. Kutipan Akta Kelahiran dan atau Akta Perkawinan / Nikah

(2) Surat Keterangan Catatan Sipil ditandatangani Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.


BAB V
PENGELOLAAN DATA
DAN PELAYANAN INFORMASI

Pasal 39

(1) Pengelolaan data kependudukan untuk kegiatan penyelenggaraan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil dilaksanakan pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

(2) Lurah dan Camat melaporkan data penduduk hasil penyelenggaraan pendaftaran penduduk di wilayahnya kepada Kepala Daerah.

(3) Kepala Daerah melaporkan data penduduk hasil penyelenggaraan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Timur.

(4) Pelayanan Informasi atas penyelenggaraan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil dilaksanakan pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.





(5) Pengembangan dan pemeliharaan sistem teknologi informasi data base kependudukan dilaksanakan pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah atau Unit Kerja yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang teknologi dan informasi.


BAB VI
PEMBINAAN, PENGAWASAN
DAN PENGENDALIAN

Pasal 40

(1) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas penyelenggaraan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil dilaksanakan pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.


BAB VII
NAMA, OBJEK
DAN SUBJEK RETRIBUSI

Pasal 41

Atas pelayanan penerbitan Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil serta pelayanan lain dibidang pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, dipungut retribusi dengan nama Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil.


Pasal 42

Obyek Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil meliputi pelayanan penerbitan Kartu Tanda Penduduk, Akta Catatan Sipil dan pelayanan lain dibidang pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.


Pasal 43

Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh pelayanan penerbitan Kartu Tanda Penduduk, Akta Catatan Sipil dan/atau pelayanan lain dibidang pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.








BAB VIII
GOLONGAN RETRIBUSI

Pasal 44

Retribusi pelayanan penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk, Akta Catatan Sipil dan/atau pelayanan lain dibidang pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, termasuk golongan Retribusi Jasa Umum.


BAB IX
CARA MENGUKUR TINGKAT
PENGGUNAAN JASA

Pasal 45

Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan.


BAB X
PRINSIP DAN SASARAN
DALAM PENETAPAN BESARNYA TARIF

Pasal 46

Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan
biaya penyediaan jasa, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.

BAB XI
BESARNYA TARIF

Pasal 47

(1) Besarnya tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis pelayanan.

(2) Besarnya tarif retribusi dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana dinyatakan dalam lampiran Peraturan Daerah ini.


BAB XII
TATA CARA DAN WILAYAH
PEMUNGUTAN

Pasal 48

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan.




(2) Hasil pungutan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Daerah paling-lambat dalam waktu 1 (satu) hari kerja.

(3) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.

(4) Retribusi terutang dipungut di wilayah Daerah.


BAB XIII
SAAT RETRIBUSI TERUTANG

Pasal 49

Retribusi terutang dalam masa retribusi terjadi pada saat ditetapkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.


BAB XIV
TATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 50

(1) Pembayaran retribusi terutang harus dibayar sekaligus.

(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, tempat pembayaran dan penundaan pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.


BAB XV
TATA CARA PENAGIHAN

Pasal 51

(1) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis disampaikan, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.

(3) Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikeluarkan oleh Kepala Daerah.






BAB XVI
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN
PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 52

(1) Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.

(2) Penduduk WNI yang telah berusia 60 (enam puluh) tahun, tidak dipungut retribusi KTP.

(3) Pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.


BAB XVII
SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 53

(1) Keterlambatan pengajuan permohonan KTP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) atau perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 20 % per bulan dari tarif retribusi yang berlaku.

(2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling banyak 100% dari tarif retribusi yang berlaku.

(3) Setiap penduduk yang sudah tidak bertempat tinggal secara nyata di alamat lama, maka Kepala Daerah berwenang melaksanakan pencabutan dan/atau penghapusan terhadap data dan dokumen kependudukan yang bersangkutan.

(4) Apabila diketemukan dokumen pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil yang diperoleh tanpa melalui prosedur sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, maka Kepala Daerah berwenang melakukan pencabutan dan/atau pembatalan dokumen tersebut, yang diikuti dengan penghapusan data kependudukan yang bersangkutan.

(5) Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.




BAB XVIII
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 54

(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah berwenang melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai wewenang :

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah ;

b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat kejadian ;

c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri ;

d. melakukan penyitaan surat identitas diri ;

e. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;

f. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara ;

g. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya ;

h. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah tidak berwenang melakukan penangkapan dan/atau penahanan.














BAB XIX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 55

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 6 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), Pasal 25 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB XX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 56

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah ini diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.


Pasal 57

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil (Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2000 Nomor 5/B) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 58

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Surabaya.
Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal 10 Januari 2007

Sesuai dengan aslinya
Sekretaris Daerah

ttd

SUKAMTO HADI, SH
Pembina Utama Muda
Nip. 010 155 377
WALIKOTA SURABAYA

ttd

BAMBANG DWI HARTONO


Salinan sasuai dengan aslinya ..........................



Salinan sasuai dengan aslinya
a.n SEKRETARIS DAERAH
Asisten Bidang Administrasi Pemerintahan
u.b
Kepala Bagian Hukum




H. HADISISWANTO ANWAR, SH. MSi
Pembina Tingkat I
NIP. 510 100 822



PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA
NOMOR 2 TAHUN 2007

T E N T A N G
PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL


1. UMUM :

Bahwa untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Daerah serta dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang pendaftaran penduduk dan catatan sipil, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, perlu dilakukan upaya-upaya penyempurnaan dalam ketentuan penyelenggaraan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil sekaligus meningkatkan pendapatan dari retribusi daerah guna mendukung penyelenggaraan dan pelaksanaan pembangunan secara berkesinambungan.

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, diharapkan penyelenggaraan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Daerah dapat diselenggarakan dengan sebaik-baiknya di bawah pembinaan, pengawasan dan pengendalian dari Pemerintah Daerah.


2. PASAL DEMI PASAL :

Pasal 1 : Cukup jelas.

Pasal 2 : Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan adalah penduduk yang mengalami hambatan dalam memperoleh dokumen penduduk yang disebabkan oleh bencana alam, kerusuhan sosial dan penduduk terbelakang, yang mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang.

Pasal 3 : Cukup jelas.

Pasal 4 : Cukup jelas.

Pasal 5 : Cukup jelas.

Pasal 6 :
Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) : Cukup jelas
Ayat (3) : Cukup jelas
Ayat (4) : Cukup jelas
Ayat (5) : yang dimaksud bertempat tinggal tetap di atas tanah dan bangunan atau persil secara sah adalah bertempat tinggal secara nyata dengan cara-cara yang tidak melawan hukum atau tanpa hak selama 6 bulan berturut-turut.


Pasal 7 ayat (1) : Cukup jelas

ayat (2) : yang dimaksud dengan orang asing tinggal tetap yaitu orang asing yang tinggal sementara dan telah mengubah statusnya menjadi orang asing tinggal tetap.
Pasal 8 : Cukup jelas.

Pasal 9 : Cukup jelas

Pasal 10 : Cukup jelas

Pasal 11 : Cukup jelas

Pasal 12 : Cukup jelas

Pasal 13 : Cukup jelas

Pasal 14 : Cukup jelas

Pasal 15 : Cukup jelas

Pasal 16 : Cukup jelas

Pasal 17 : Cukup jelas

Pasal 18 : Cukup jelas

Pasal 19 : Cukup jelas

Pasal 20 : Cukup jelas.

Pasal 21 : Cukup jelas.

Pasal 22 : Cukup jelas

Pasal 23 : Cukup jelas

Pasal 24 : Cukup jelas

Pasal 25 : Cukup jelas

Pasal 26 :
Ayat (1) : Yang dimaksud hukum agama adalah hukum agama selain Islam.
Ayat (2) : Cukup jelas.
Ayat (3) : Cukup jelas
Ayat (4) : Cukup jelas
Ayat (5) : Yang dimaksud Pengadilan adalah Pengadilan Negeri
Ayat (6) : Cukup jelas
Ayat (7) : Cukup jelas

Pasal 27 : Cukup jelas

Pasal 28 : Cukup jelas

Pasal 29 : Cukup jelas

Pasal 30 : Cukup jelas

Pasal 31 : Cukup jelas

Pasal 32 : Cukup jelas

Pasal 33 : Cukup jelas

Pasal 34 : Cukup jelas

Pasal 35 : Cukup jelas

Pasal 36 : Cukup jelas

Pasal 37 : Cukup jelas

Pasal 38 : Cukup jelas

Pasal 39 : Cukup jelas

Pasal 40 : Cukup jelas

Pasal 41 : Cukup jelas

Pasal 42 : Cukup jelas

Pasal 43 : Cukup jelas

Pasal 44 : Cukup jelas

Pasal 45 : Cukup jelas

Pasal 46 : Cukup jelas

Pasal 47 : Cukup jelas

Pasal 48 : Cukup jelas

Pasal 49 : Cukup jelas

Pasal 50 : Cukup jelas

Pasal 51 : Cukup jelas

Pasal 52 : Dengan ketentuan tersebut diharapkan dapat meringankan beban masyarakat yang tidak mampu/miskin.

Pasal 53 : Cukup jelas

Pasal 54 : Cukup jelas

Pasal 55 : Cukup jelas

Pasal 56 : Cukup jelas

Pasal 57 : Cukup jelas
.
Pasal 58 : Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2

**********************